Selamat Datang di Portal Nuansa Online Edisi Spesial

Nikmati terus sajian berita dari kami melalui portal ini

Kepengurusan Baru LPPM Nuansa Tahun 2014/2015

Selamat atas dilantiknya pengurus baru LPPM Nuansa UMY Tahun 2014/2015

Nuansa Kabar Edisi Spesial

Baca Nuansa Kabar Edisi Spesial versi digital!

Rabu, 27 Mei 2015

Perjalanan Panjang Kerinduan


Data buku
Judul novel     : Rindu
Pengarang      : Darwis Tere Liye
Penerbit         : Republika
Tahun terbit    : 2014
Tebal buku     : 544 halaman

“Apalah arti memiliki, ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami? Apalah arti kehilangan, ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah? Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apapun?
Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.”
Novel ini bercerita tentang perjalanan panjang sebuah kerinduan. Perjalanan kerinduan yang membawa banyak hal yang membebani hati. Dimulai dengan cerita tentang bagaimana seseorang yang menghadapi perjalanan dengan penuh dosa di masa lalunya. Lalu seseorang yang melakukan perjalanannya dengan penuh kebencian. Ada pula seseorang yang menjadikan kehilangan cintanya sebagai alasan ia melakukan perjalanan ini.
Berlatarkan waktu pada masa pemerintahan Hindia Belanda, yakni masa ketika Belanda masih menduduki Indonesia. Pada masa itu, pemerintah Hindia Belanda memberikan layanan perjalanan haji untuk rakyat pribumi yang memiliki cukup uang. Perjalanan dilakukan lewat laut yakni menggunakan kapal uap besar yang merupakan perkembangan teknologi transportasi tercanggih pada masa itu. Salah satu kapal yang beroperasi untuk melakukan perjalanan haji ini adalah Blitar Holland. Di kapal besar inilah segala kisahnya dimulai.
Tere Leye meracik cerita dengan begitu menarik. Belum lagi dengan nuansa latar yang berbeda dengan biasanya yaitu kehidupan di atas kapal uap besar. Di atas kapal ini terjadi interaksi sosial antar penumpang kapal. Juga terdapat fasilitas-fasilitas umum seperti kantin, masjid, dan tukang jahit kapal.
Diceritakan mengenai keluarga Daeng Andipati yang terdiri dari orang tua, seorang pembantu rumah tangga, serta dua anak yang mengikut perjalanan haji ini, yakni Anna dan Elisa. Mereka menjalani lamanya waktu perjalanan haji dengan riang gembira. Seakan tidak pernah mengerti tentang apa yang terpendam di hati Daeng, ayah mereka.
Ada pula tokoh yang bernama Ambo Uleng. Dia adalah seorang pelaut. Hampir seluruh hidupnya dihabiskan di atas lautan. Ambo Uleng rupanya menuruni sifat ayahnya yang seorang pelaut juga. Ia menaiki kapal Blitar Holland tidak dengan tujuan apapun. Tidak untuk bekerja, mengumpulkan uang, atau apapun. Ia hanya ingin pergi sejauh-jauhnya meninggalkan tanah Makassar yang ia jalani melalui kisah pilunya.

Di sisi lain, ada seorang keturunan Cina. Ia sering mengajari ngaji anak-anak di mushola kapal sepanjang perjalanan haji. Anak-anak biasa memanggilnya Bonda Upe. Bonda Upe ini rupanya memendam masa lalunya sebelum memeluk Islam. Hingga tiap malam ia selalu menangisi dosa-dosanya yang terdahulu.
Dari sini pula diceritakan Gurutta Ahmad Karaeng, ulama tersohor asal Makassar yang mengikuti perjalanan haji. Beliau rutin melaksanakan solat berjamaah bersama penumpang lain. Secepat itu pula Gurutta meminta izin kepada kapten untuk mengadakan pengajian di atas kapal. Beliau adalah sosok yang selalu memberikan jawaban terbaik atas pertanyaan orang-orang. Namun ternyata ia sendiri telah memendam lama sebuah pertanyaan yang tak mampu seorang pun menjawab
Kelebihan buku ini adalah alur ceritanya yang begitu menarik dan mengalir untuk dibaca. Juga menyajikan nuansa latar yang berbeda. Yakni peristiwa kehidupan yang terjadi di atas kapal uap besar yang diibaratkan sebuah kampung. Sedang kekurangan buku ini terletak pada sampul buku yang kurang begitu menarik. Tidak sebanding dengan isinya yang begitu menarik untuk dibaca.

Rabu, 20 Mei 2015

Penutupan AMSS 2015: Masterpiece of ASEAN Culture

Yogyakarta, 19 Mei 2015, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menggelar acara penutupan Asean Muslim Students Summit (AMSS). Acara yang bertajuk ‘Masterpiece of ASEAN Cultures’ ini merupakan puncak dari rangkaian program AMSS yang telah berjalan selama tiga hari berturut-turut yaitu, tanggal 17 Mei 2015 sampai dengan 19 Mei 2015. Bertempat di Plaza Bintang UMY, acara dibuka oleh lima MC dengan lima bahasa yaitu bahasa Indonesia, Inggris, Mandarin, Arab dan Thailand..
Acara yang dihadiri delegasi mahasiswa dari negara se-Asia Tenggara ini resmi ditutup oleh  Sugito. S. IP., M. Si selaku perwakilan dari Lembaga Pengembangan Kemahasiswaan dan Alumni (LPKA) UMY. “Dengan acara AMSS ini anda tak lagi dibatasi oleh nationality dan nanti diawal tahun 2016 kita akan bergabung dalam community,” ujar Sugito dalam pidatonya. Setelah sambutan, dilanjutkan dengan pemberian penghargaan bagi delegasi-delegasi terbaik oleh Zazan Arifiangko selaku ketua panitia AMSS 2015. Best delegate Social Culture Council, Farah Aqila Abdul Hamid membacakan hasil diskusi dalam AMSS 2015 yang berisi tentang kampanye perdamaian dan peran ASEAN dalam pemahaman perbedaan budaya dan etnik.
Selain pemberian penghargaan, BEM UMY menampilkan acara hiburan berupa penampilan tari-tarian daerah dan fashion show yang diikuti oleh delegasi AMSS sebagai acara inti. Zainudin Arsyad sebagai ketua tim formatur menambahkan bahwa, tim formatur AMSS akan kembali melakukan pertemuan pada bulan Januari hingga Februari 2016 di Kuala Lumpur, Malaysia. (SHY/AMS)







Selasa, 19 Mei 2015

Cerpen: That Feeling

Pindah ya? Aku tidak sengaja mendengar percakapan mereka dari tempat dudukku ini. Satu, dua, lima, tujuh. Entah akan ada beberapa orang lagi yang akan memiliki pemikiran yang sama. Pindah dari universitas ini ke universitas lain. Mencari sesuatu yang lebih atau mengejar impian yang tertunda untuk sementara ini. Aku tertegun sejenak. Jadi ini rasanya ketika kamu sudah mulai nyaman dengan kehadiran mereka, ketika kamu sudah terbiasa dengan tingkah laku mereka, tiba-tiba saja mereka harus pergi dari kehidupan kita. Semester ini pun rasanya juga hambar. Kita mulai terbagi jadwal kelasnya. Tidak bisa benar-benar menjadi satu seperti semester tiga kemarin. Semakin ke sini juga mulai banyak anak-anak yang menampakkan keengganannya untuk datang menghadiri perkuliahan. Celotehan mereka yang khas seakan mulai mengabur dari pendengaranku.
“Kamu juga mau pindah?” tanyaku pada Zidan. Zidan lalu menoleh ke arahku, dengan senyumnya yang khas dia hanya mengangkat bahunya.
“Entahlah, hahahaha. Kenapa?” tanyanya kembali.
“Nggak apa-apa. Rasanya makin sepi aja.”
“Bukan pindah sih kalau aku mungkin, lebih ke exchange ke luar negeri aja. Sayang udah 2 tahun ini. Tapi ini juga baru rencana sih, masih kurang tahu bakal gimana ke depannya.”
“Oh..”
Percakapan kami pun terhenti. Aku rasa ini pertama kalinya aku bisa berbicara dengannya cukup panjang. Aku kembali menatap punggungnya dari tempat dudukku ini. Aku hanya tersenyum kecut ketika mulai menyadari ini semua. Ya, aku baru menyadari kalau salah satu kekhawatiran besarku karenanya. Entah sejak kapan aku mulai terbiasa dengan kehadirannya, sangat terbiasa. Bahkan rasanya selalu ada yang kurang ketika tidak ada dirinya. Aku suka menatap dirinya dari sudut terjauh ini, memperhatikan gerak-geriknya, ataupun sekedar mendengarkan dia berargumentasi akan suatu hal. Dan satu lagi, aku suka cara dia berbicara dengan lawannya. Menatap mata lawan bicaranya lekat-lekat. Termasuk ketika berbicara denganku. Aku akan sangat merindukan saat-saat aku bisa menatap matanya dan melihat dirinya tengah menatap mataku juga. Mata cokelat tersebut, mata yang terlihat tajam tapi juga lembut secara bersamaan.
**************************************************************
“Siapa, Tih?” Vanya tersenyum jahil. Belum lagi Rangga dan Denis juga cekikikan ketika Vanya mulai bertanya.
“Apanya yang siapa?” Aku hanya bingung melihat polah mereka.
“Yang akhirnya bisa bikin sahabat tercinta kita ini jatuh cinta.” Jawab Rangga.
Aku tersenyum menatap mereka. Mereka bahkan lebih cepat menyadarinya daripada aku.
“Enggak kok, enggak ada.” Jawabku lagi
“Jangan dipikir kita nggak tahu ya, Tih. Bukan kamu banget tiba-tiba jadi galauan gini. Hahahaha.” Rangga terus-terusan menggodaku.
“Udah cerita aja kalau rasanya emang ngganjel, kamu udah terlalu sering ndengerin kita. Sekarang kita yang harus gantian ndengerin kamu,” kata Denis sambil mengacak-acak rambutku
Aku bahkan tidak tahu harus memulai bercerita dari mana. Karena sebenarnya aku sendiri baru menyadarinya akhir-akhir ini.
“Aku pikir ini bukan cinta. Cuma sekedar perasaan suka atau kagum yang biasanya akan menghilang begitu aja seiringnya waktu.” Tanpa sadar aku tiba-tiba berbicara sendiri.
“ Tapi ternyata aku terlalu kuat menanam rasa kagum itu,”
“Sekarang dia bahkan mau pergi dalam beberapa bulan ke depan. Kasihan banget ya aku? Baru sadar cinta sama orang ketika orang itu ternyata udah mau pergi aja, hahaha.” Aku tertawa getir berusaha melawan rasa pedih ini.
            Vanya memeluk aku. “Nggak kok, Tih. Nggak telat, kamu bisa memulainya sekarang.”
            “Siapalah aku ini, Van? Orang yang bahkan ketidak hadirannya gak bakal dicari. Orang yang lebih suka duduk di pojok belakang tanpa harus banyak ngomong menimpali setiap pertanyaan dosen.” Ucapku lagi.
            “Tapi kamu istimewa, Tih. Kamu istimewa dengan caramu sendiri. Nggak usah merasa rendah diri dengan diri kamu sendiri.” Rangga kini ikut bersuara juga.
            “Aku kasih tahu kamu satu rahasia ya, Tih. When a guy start to love someone deeply, he actually means it. He loves every single things about her and he never doubts it. That’s it the thing that you should know.”
            Suasana hening pun menyergap meet up kali ini. When a guy start to love someone deeply, he actually means it. Aku menggumamkan kata-kata yang diucapkan Rangga saat itu. Yes, it happens when a guy start to love that lucky girl not because an invisible girl who start to love that guy firstly, even that guy might be never know her existence. Ah, sudahlah. Untuk apa memikirkan orang yang mungkin bahkan orang tersebut tidak pernah memikirkan aku. Dan suasana apa ini? Pertemuan yang biasanya penuh dengan canda tawa ini kenapa menjadi terasa sangat serius. Aku lalu langsung berusaha untuk memecahkan suasana ini.
            “Kenapa kalian serius banget sih?” aku langsung menjitak kepala mereka semua, lalu tertawa terbahak-bahak. Dan untuk pertama kalinya aku menyadari bahwa aku beruntung bisa berada diantara mereka.
            “Kampret! Aku udah ikut menye-menye, malah kaya gini reaksinya Ratih. Emang ya, kamu tuh kayaknya gak bisa romatis soal cinta.” Tangan Rangga sudah siap buat menjitak kembali aku.
            Sedangkan Denis? Hanya tersenyum simpul seperti biasa.
            “Kita Cuma nggak mau, sahabat kita yang susah banget jatuh cinta ini ngerasain lebih banyak sakit daripada bahagianya karena cinta.” Denis kembali menimpali
            “Aku tahu kok setiap konsekuensi ketika kamu mulai jatuh cinta dengan seseorang. Kalian nggak usah selebay itu, mentang-mentang udah expert di dunia percintaan,” kataku sambil tersenyum lebar.
            “Percaya sama aku, orang yang akhirnya berhasil bisa dapetin hati kamu sesungguhnya dia beruntung banget. Karena kamu udah bertahun-tahun njaga hatimu buat  nggak sembarangan jatuh cinta,” kata Denis.
            Kalau aja kamu tahu Den, alasan aku buat nggak semudah itu untuk membuka pintu hatiku. Aku takut dengan penolakan. Dengan hal-hal yang ada diriku ini aku merasa masih banyak kekurangan dan aku tidak mau sakit karena sebuah penolakan. Tapi akhirnya, tiba juga waktu tersebut. Waktu di mana aku sudah tidak bisa menjaga perasaan ini erat-erat karena kehadirannya. Kubalas perkataan Denis dengan senyuman.
            ***************************************************************
            Aku tak tahu mengapa bulan-bulan sebelum kepergiannya justru semakin terasa seperti di neraka. Hari ini pun begitu. Tepat satu bulan sebelum keberangkatannya untuk exchange dan aku harus disuguhi dengan pemandangan seperti ini. Aku hanya bisa menarik nafas panjang. Ya, aku tahu aku bukan siapa-siapa. Tapi melihat dia yang selalu bermesraan dengan perempuan lain, siapa yang tidak sakit hati? Bahkan kata-kata manis yang selalu aku baca di buku ataupun novel yang mengatakan segalanya akan baik-baik saja selama dia bahagia terasa sangat bullshit. Jika sudah seperti ini, Denis biasanya akan menepuk-nepuk punggungku dengan halus. Di antara sahabat-sahabatku yang lain dialah satu-satunya yang satu kelas denganku. Dan entah mengapa dia juga yang paling peka dengan segala perubahanku bahkan siapa yang aku suka tanpa aku banyak berbicara.
            “Ratih, Denis, Zidan, Filma, Wildan, kalian satu kelompok ya,” ucapan dosenku membuyarkan lamunanku. Sial, umpatku dalam hati. Kenapa harus satu kelompok dengan mereka?
            **************************************************************
            Canggung? Tentu saja. Karena pada dasarnya kita semua tidak benar-benar dekat satu sama lain kecuali aku dengan Denis. Terima kasih atas kehadiran Wildan yang bisa memeriahkan suasana ini. Setidaknya dia bisa benar-benar membuatku tertawa sementara hati ini rasanya sudah mau muntah saja melihat kelakuan Zidan dan Filma. Semakin ke sini aku semakin meragukan bahwa aku benar-benar mencintai Zidan. Perih? Sedikit, tapi komposisi muak lebih mendominasi di sini. Kabar mengenai mereka yang telah jadian pun sudah menggegerkan angkatan kami. Siapa yang tidak kenal Zidan dan Filma? Sama-sama memiliki paras yang menarik, sama-sama dianugerahi kapasitas otak yang tidak terbatas. Dan aku? Hanyalah itik buruk rupa jika dibandingkan dengan mereka. Layaknya bumi dan langit tidak akan pernah bertemu.
Aku merapikan barang-barang di meja kursiku. Hari ini rasanya hari terpanjang yang pernah ada. Kelas sudah kosong dan seperti biasa selalu aku yang menjadi makhluk terakhir meninggalkan kelas. Biasanya ada Denis yang menemaniku, tapi kali ini dia harus cepat-cepat pulang. Tanganku tidak sengaja memegang sebuah sticky note. Isi sticky note itu membuatku mengerutkan kening.
“Kamu tahu? Kamu itu cantik.” Aneh, gumamku. No one ever realize my existence. Ternyata sticky note ini mengantarkanku ke sticky notes yang lainnya.
“Senyumlaaah, dia yang nggak pernah menghargai keberadaanmu tidak berhak mendapatkan hatimu.”
Secretly admiring someone? Aku tahu rasanya itu sejak aku bertemu dengan kamu dan aku berani jamin aku lebih berpengalaman dari kamu.”
Is it too cheesy for you? Emm, the sad truth is I am a cheesy person because I am clumsy and I don’t know the best way to express it
“But I am sure, this feeling is not as cheesy as you think.”
 “I never know since when I fall in love with you. But the first time I look into your eyes, I know you are the one.”
“Untuk apapun jawabanm itu, well let’s just be pretending there was nothing happened.”
 “Dan satu pertanyaan terkahir aku, kenapa harus mencoba menggapai bintang yang terjauh kalau sebenarnya selalu ada satu bintang yang memperhatikan kamu?”

Satu, dua, tiga, tujuh, sembilan, sepuluh tepat sticky note ke sepuluh dan tanpa aku sadari aku sudah keluar dari kelas menuju sebuah lorong yang cukup gelap tanpa lampu dengan hanya ada pencahayaan lilin di kanan kirinya. Seingatku lorong ini tidaklah segelap ini biasanya. Kuikuti ke mana lilin itu akan terhenti, senyap-senyap lagu Fix You mengalun di telingaku. Aku merasa mengenali suara ini. Bayangan orang yang menyanyikan itu pun semakin jelas. Semakin jelas. Dan jelas. Aku pun terhenyak. Kemudian kenangan-kenangan, memori-memori yang telah lalu itu membuatku aku bisa memahami logika ini...

Senin, 18 Mei 2015

Stop Pamer Kekayaan di Televisi


Acara "Duel Maut" Trans TV yang memamerkan harta kekayaan artis Roro Fitria dan Bella Sophie (kapanlagi.com)
Baru-baru ini Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberikan peringatan kepada program televisi "Duel Maut" yang disiarkan oleh stasiun Trans TV. Program acara tersebut mendapatkan peringatan karena menampilkan harta kekayaan artis bintang tamu pada waktu itu, yaitu Bella Sophie dan Roro Fitria. Program yang ditayangkan pada 28 April 2015 lalu ini mendapat tanggapan negatif dari masyarakat. Dilansir dari situs resmi KPI, untuk menindaklanjuti aduan masyarakat tentang maraknya program acara televisi yang menampilkan harta kekayaan, KPI telah mengirimkan surat edaran untuk seluruh lembaga penyiaran mengenai larangan menampilkan harta kekayaan dan barang mewah artis. Surat yang dikirimkan ke seluruh lembaga penyiaran pada Rabu, 13 Mei 2015 itu meminta untuk tidak lagi menayangkan artis adu pamer harta kekayaan dan barang mewah, seperti yang dilakukan Bella Sophie dan Roro Fitria di beberapa stasiun televisi.

Berdasarkan regulasi KPI yang tertulis dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), lembaga penyiaran dilarang menampilkan materi yang dapat mengganggu perkembangan psikologi masyarakat, termasuk di dalamnya ialah gaya hidup konsumtif sebagaimana yang tertulis pada Standar Program Siaran Pasal 37 ayat 4 huruf C bahwa "Program siaran klasifikasi R dilarang menampilkan: Materi yang mengganggu perkembangan kesehatan fisik dan psikis remaja, seperti seks bebas, gaya hidup konsumtif, hedonistik, dan/atau horor."

Program-program televisi yang di dalamnya memperlihatkan kekayaan artis bukanlah hal yang baru di pertelevisian Indonesia. Program televisi khususnya program infotaiment kerap menampilkan harta kekayaan artis melalui acaranya, seperti menampilkan rumah pribadi dan seisinya yang megah, gaya hidup yang mewah, hingga budaya hedonisme dengan membeli barang-barang mewah seperti tas, sepatu, hingga mobil mewah yang dikhawatirkan akan berdampak tumbuhnya budaya hedonisme di dalam masyarakat.

Hal tersebut tentu berseberangan dengan semangat penyiaran yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 Pasal 3, bahwa salah satu fungsi penyiaran ialah untuk membina watak dan jati diri bangsa. "Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia."

Dengan demikian, mau tidak mau dibutuhkan adanya kesadaran dan kesepahaman dari seluruh lembaga penyiaran untuk terus berkomitmen menggunakan frekuensi public untuk kepentingan publik sebesar-besarnya karena pada dasarnya frekuensi publik ialah milik publik, bukan lembaga penyiaran. (yh)